Universitas Malikussaleh (Unima) bekerja sama Lentera Meuriya Center (LMC) Research & Studies, gelar Focus Discusion Group (FGD) dengan bertema “Perspektif Aktor terhadap Penanganan Pengungsi Berbasis Kearifan Lokal” di Aula Dinas Syariat Islam setempat, Selasa (27/9/22).
Aceh Timur merupakan salah satu daerah transit pengungsi luar negeri seperti pengungsi asal Rohingya. Meskipun penanganan pengungsi luar negeri merupakan domain Pemerintah pusat dan lembaga PBB UNHCR dan IOM, namun pemerintah daerah perlu kesiapan dalam penanganan pengungsi jika sewaktu-waktu kedatangan para imigran dari negara lain.
PJ Bupati Aceh Timur yang diwakili oleh Kepala Kesbangpol Aceh Timur Iskandar, SH dalam sambutannya mengatakan bahwa konvensi 1951 menyusun standar minimum bagi perlakuan terhadap pengungsi, termasuk hak dasar mereka. Konvensi juga menetapkan status hukum dari pengungsi tersebut dan mencantumkan ketentuan – ketentuan tentang hak – hak mereka.
“Saya telah mendapatkan SK tentang penanganan pengungsi di wilayah kita dengan berkordinasi dengan stakeholder terkait,” ujar Iskandar.
Iskandar berharap masukan-masukan dari diskusi ini bisa mendorong untuk lebih baik lagi dalam penanganan pengungsi dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat Aceh.
“Tentunya Pemkab Aceh Timur berharap melalui diskusi ini akan banyak masukan-masukan, sehingga akan melahirkan sebuah rekomendasi untuk pola penanganan pengungsi yang lebih baik lagi ke depan,” sambung Iskandar.
Sementara Direktur LMC, Dr. Firman Dandy, mengatakan bahwa FGD merupakan salah satu metode riset kualitatif. Diharapkan melalui kegiatan FGD ini peserta aktif melakukan diskusi dalam menghadapi masalah pengungsian.
“Dari diskusi ini kita berharap pemerintah bisa mengambil langkah-langkah dalam penanganan pengungsi,” harapnya.
Peneliti Unimal Dr.Malahayati kepada media mengungkapkan perspektif aktor lapangan sangat penting, sebab aktor lapangan yang terlibat langsung dalam penanganan pengungsi.
Dari perspektif mereka pihaknya akan menyusun sebuah model penanganan pengungsi yang berbasis lokal, sehingga model penanganan pengungsi akan berbeda dengan daerah lain yang kemudian bisa diadopsi oleh pemerintah pusat.
“Ketika menerima pengungsi internasional kedepan kita sudah siap dengan kearifan lokal yang ada di Aceh,” ujar Malahayati.
Aceh Timur, Maimunzir