Nagan Raya, 31/7/25, Tim peneliti dari Program Magister Ilmu Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) melakukan kajian strategis terkait pengelolaan pengetahuan tradisional dalam mendukung proses pendaftaran Indikasi Geografis (IG) terhadap produk beras organik asal Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya.
Kajian ini bertujuan memperkuat pengakuan hukum atas keunikan beras organik Beutong Ateuh sekaligus mendorong penguatan ekonomi lokal. Wilayah Beutong Ateuh dikenal luas sebagai sentra penghasil beras organik berkualitas tinggi, dengan karakteristik yang khas, mulai dari sistem budidaya berbasis kearifan lokal hingga metode pertanian berkelanjutan yang diwariskan secara turun-temurun.
Namun, belum adanya sistem pengelolaan pengetahuan tradisional yang terstruktur menjadi salah satu tantangan utama dalam proses pengajuan IG tersebut.
Kajian ini dipimpin oleh Prof. Dr. Yulia, S.H., M.H., dan menjadi langkah awal untuk menggali potensi hukum dalam melindungi kekayaan lokal serta meningkatkan kesejahteraan petani di Nagan Raya.
Sebagai bagian dari proses penguatan implementasi, tim dosen Unimal mengadakan pertemuan resmi dengan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya pada Kamis, 31 Juli 2025. Pertemuan berlangsung di ruang kerja Sekretaris Daerah dan menjadi momentum awal terbangunnya sinergi antara akademisi dan pemerintah daerah untuk mendorong legalisasi IG beras Beutong Ateuh.
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Wakil Bupati Nagan Raya, Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Perindagkop, Kepala Bappeda, serta perwakilan dari tim peneliti Unimal yang terdiri dari Prof. Dr. Yulia, S.H., M.H., Prof. Dr. Jamaluddin, S.H., M.Hum., dan Dr. Yusrizal, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi S2 Hukum Unimal.
Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk membentuk panitia kerja lintas sektor yang terdiri dari unsur pimpinan daerah, SKPK terkait, hingga perwakilan petani. Panitia ini akan bertugas menyusun kerangka kerja strategis, mengumpulkan bukti-bukti praktik pertanian lokal, serta menyiapkan dokumen legal sebagai syarat pengajuan IG ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM RI.
Prof. Yulia menegaskan bahwa pengakuan IG terhadap beras Beutong Ateuh bukan hanya memberikan perlindungan hukum terhadap produk tersebut, melainkan juga menjadi sarana promosi yang efektif, baik di pasar nasional maupun internasional.
"Indikasi Geografis adalah bentuk perlindungan hukum atas kualitas dan reputasi suatu produk yang terkait erat dengan wilayah geografis asalnya. Dalam hal ini, beras organik Beutong Ateuh memiliki nilai ekonomi dan identitas budaya yang layak diakui secara resmi. Jika dikelola dengan baik, hal ini dapat menjadi fondasi kemandirian ekonomi bagi masyarakat petani," ungkapnya.
Kajian tersebut juga menyoroti pentingnya branding produk lokal berdasarkan karakteristik geografis dan kultural. Dalam skema IG, nilai tambah produk tidak hanya berasal dari hasil panen, tetapi juga dari narasi budaya, kearifan lokal, dan keberlanjutan lingkungan yang menyertainya.
Dengan pendekatan multidisipliner yang mencakup aspek hukum, ekonomi, dan sosial-budaya, penelitian ini diharapkan mampu mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada petani dan membuka akses pasar yang lebih luas.
Kepala Bappeda Nagan Raya dalam kesempatan tersebut menyampaikan komitmen penuh dari pemerintah daerah untuk mendukung langkah strategis ini, termasuk melalui penguatan kelembagaan petani dan pendampingan teknis.
Jika proses IG ini berhasil, Beutong Ateuh diproyeksikan tidak hanya sebagai pusat produksi beras organik, tetapi juga sebagai model desa inovatif yang mengelola sumber daya alam dan pengetahuan lokal sebagai aset pembangunan.
Kajian ini diharapkan menjadi pijakan awal dari transformasi sosial dan ekonomi berbasis komunitas yang berkelanjutan. Dengan meningkatnya permintaan terhadap produk organik dan ketahanan pangan yang terus menjadi isu utama, keberhasilan pengakuan IG atas beras Beutong Ateuh diharapkan memperkuat posisi petani lokal dalam rantai nilai nasional dan mengangkat nama Nagan Raya di kancah pertanian berkelanjutan.
Source: merdeka.net